Omicron Masih Tinggi, Eropa Longgarkan Pembatasan Sosial, Bagaimana RI?
February 20, 2022
Add Comment
Meskipun mengalami lonjakan kasus akibat varian Omicron, jumlah kematian dan perawatan di rumah sakit terus menurun sehingga Covid tidak lagi dianggap sebagai ancaman serius.
Berikut negara-negara yang sudah melonggarkan pembatasan sosial:
Denmark
Denmark menjadi negara pertama di Uni Eropa yang mencabut semua pembatasan sosial Covid-19, termasuk kewajiban masker, awal Februari lalu.
Kelab-kelab malam kembali buka, penjualan minuman beralkohol pada malam hari kembali berlangsung, dan aplikasi virus corona tidak lagi diwajibkan untuk memasuki tempat hiburan.
Pencabutan pembatasan sosial dilakukan Denmark meskipun angka kasus di sana masih relatif tinggi. Pemerintah mengatakan virus corona tidak lagi dianggap sebagai "ancaman kritis".
Para pakar mengatakan ini karena tingkat vaksinasi yang tinggi.
Lebih dari 80% populasi berusia di atas lima tahun telah mendapat dua dosis vaksinasi dan lebih dari 60% telah mendapatkan dosis ketiga sebagai booster.
Beberapa pembatasan masih tetap berlaku - misalnya, bagi orang belum divaksinasi yang ingin masuk ke Denmark dari luar zona bebas perjalanan, atau kewajiban mengenakan masker di rumah sakit dan rumah jompo.
Swiss
Swiss baru saja mencabut hampir semua pembatasan sosialnya pada Rabu (16/02) tengah malam.
Pemerintah mengatakan bahwa hanya kewajiban mengenakan masker di transpotasi umum dan fasilitas kesehatan yang tetap berlaku untuk sementara.
"Cahaya di cakrawala sudah sangat tampak," kata Presiden Ignazio Cassis, seperti dikutip kantor berita Reuters. Namun ia menambahkan bahwa pemerintah siap memberlakukan kembali pembatasan jika diperlukan.
Orang yang dites positif masih harus melakukan isolasi mandiri selama lima hari namun kewajiban ini akan berakhir pada akhir Maret.
Lebih dari 90% dari 8,6 juta populasi Swiss sudah memiliki perlindungan dari virus corona, karena sudah pernah terinfeksi atau sudah divaksinasi, kata pemerintah.
Dan meskipun puluhan ribu kasus baru dilaporkan setiap hari, jumlah pasien yang dirawat di rumah sakit karena Covid-19 sudah jauh berkurang.
Swedia
Negara Skandinavia itu mencabut hampir semua pembatasan pandemi pada 9 Februari dan menghentikan sebagian besar tes untuk Covid-19, meski ilmuwan dan pakar epidemiologi di sana mengatakan pemerintah seharusnya "lebih bersabar"
Selama pandemi, pemerintah Swedia terkenal tidak mau memberlakukan lockdown seperti negara-negara lain. Dan pada awal Februari, mereka mengumumkan akan mencabut pembatasan-pembatasan yang tersisa - praktis menyatakan bahwa pandemi Covid-19 sudah berakhir di Swedia.
Bar dan restoran kembali diizinkan buka setelah pukul sebelas malam, tanpa batasan jumlah pengunjung. Batasan pengunjung bagi tempat hiburan juga dicabut, begitu pula kewajiban menunjukkan kartu vaksin.
"Seperti yang kita tahu dengan pandemi ini, saya tidak akan bilang sudah berakhir," kata Menteri Kesehatan Lena Hallengren, seperti dikutip Reuters. "Ia belum berakhir, namun seperti yang kita tahu dalam hal perubahan cepat dan pembatasan, ia sudah berakhir."
Swedia telah memberikan dua dosis vaksinasi kepada 97,9% populasinya.
Namun rumah sakit di Swedia masih menanggung beban, mengingat gelombang kasus baru akibat varian Omicron belum berakhir. Dan karena tes gratis sudah dihentikan, tidak ada yang tahu pasti berapa jumlah kasus di sana.
Britania Raya
Empat negara di Britania Raya (UK) - Inggris, Skotlandia, Wales, dan Irlandia Utara - mencabut pembatasan secara bertahap sejak Januari.
Perkembangan Covid-19 di kerajaan itu menunjukkan tren positif, dengan angka kasus, kematian, dan perawatan di rumah sakit turun dalam tiga bulan terakhir.
Lebih dari 90% warga berusia 12 tahun ke atas telah mendapat vaksinasi satu dosis, 85% dua dosis, dan 66% tiga dosis atau booster.
Di Inggris, pembatasan Covid yang berlaku saat ini akan berakhir pada 24 Maret. Namun PM Boris Johnson mengatakan kepada para anggota parlemen bahwa sisa pembatasan bisa berakhir satu bulan lebih cepat, "jika tren data saat ini berlanjut".
Ia mengatakan pemerintah akan menjabarkan strategi baru setelah parlemen kembali dari reses pada 21 Februari, dan diharapkan untuk mencabut semua pembatasan pada akhir pekan itu.
Saat ini, Inggris tidak lagi mewajibkan masker di tempat-tempat umum. Namun masker masih wajib dipakai di transportasi publik di London dan di tempat-tempat kesehatan seperti rumah sakit, klinik, dan apotek. Pemerintah setempat dapat merekomendasikan masker di wilayah sekolah, sementara beberapa toko masih meminta pelanggan untuk memakai masker.
Warga tidak lagi disarankan untuk kerja di rumah, dan tidak ada pembatasan jumlah pengunjung ke rumah jompo.
Orang yang mengalami gejala Covid atau dites positif masih wajib isolasi mandiri selama 10 hari, atau lima hari menyusul dua hasil negatif tes antigen.
Di Skotlandia dan Wales masker masih wajib dipakai di transportasi publik dan beberapa tempat seperti sekolah dan rumah sakit. Sertifikat bebas vaksin masih diwajibkan untuk mengakses tempat-tempat hiburan.
Irlandia Utara baru saja mencabut semua peraturan tentang pembatasan sosial. Mulai Selasa kemarin, sertifikat bebas Covid di kelab malam, masker, penelusuran kontak, dan pembatasan jumlah orang di dalam ruangan tidak lagi wajib secara hukum.
Peraturan yang mewajibkan langkah-langkah pencegahan tersebut telah diganti menjadi pedoman, misalnya rekomendasi supaya masker tetap dipakai dalam kegiatan publik tertentu atau kerja dari rumah bila memungkinkan.
Bahkan, orang yang positif Covid pun tidak diwajibkan untuk isolasi mandiri, namun "sangat disarankan" untuk melakukannya. Kecuali bagi pelaku perjalanan yang baru kembali dari penerbangan internasional, ia diwajibkan oleh hukum untuk isolasi mandiri.
Kepala penasihat ilmiah Irlandia Utara Profesor Ian Young berkata Irlandia Utara telah mencapai tonggak penting dalam pandemi, namun belum bebas sepenuhnya.
"Masih ada banyak kasus Covid di luar sana, kita semua perlu melakukan apa yang kita bisa untuk terus melindungi orang-orang yang paling rentan, dan mengenakan masker dalam situasi yang tepat adalah bagian penting dari itu," ujarnya.
Jerman
Jerman mengumumkan rencana untuk melonggarkan kebijakan Covid-19, setelah berminggu-minggu menggencarkan vaksinasi untuk mengerem infeksi.
Pemerintah Jerman menjanjikan "hari kebebasan" pada 20 Maret, meskipun akan masih ada pembatasan bagi orang yang belum divaksinasi.
Varian Omikron tidak mengakibatkan lonjakan perawatan di rumah sakit seperti yang ditakutkan.
Namun, kanselir Jerman masih bertekad untuk mewajibkan vaksinasi. "Pandemi belum berakhir," kata Olaf Scholz.
Sementara negara tetangga Jerman, Austria, akan mencabut sebagian besar pembatasan pada tanggal 5 Maret.
Awal bulan ini, Austria mengeluarkan undang-undang yang mewajibkan vaksinasi Covid-19, negara pertama di Eropa yang melakukannya. Namun UU tersebut baru berlaku pada tanggal 16 Maret.
Negara-negara Eropa lain yang mulai melonggarkan pembatasan adalah:
-Belanda akan mencabut sebagian besar pembatasan pada 25 Februari. Bar-bar kembali buka pada jam biasa, dan masker tidak lagi wajib dalam sebagian besar aktivitas
-Prancis sudah mencabut kewajiban mengenakan masker di luar ruangan, dan akan mencabut kewajiban itu untuk di dalam ruangan pada pertengahan Maret bila situasi memungkinkan
-Norwegia mencabut pembatasan terakhirnya pada 12 Februari, dan menyatakan bahwa virus corona "tidak lagi merupakan ancaman besar bagi kesehatan sebagian besar dari kita"
Bagaimana dengan Indonesia?
Pada Senin (14/02), Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan mengumumkan bahwa masa karantina bagi pelaku perjalanan dari luar negeri dikurangi menjadi tiga hari, dengan syarat sudah menerima vaksin Covid-19 dosis ketiga atau booster.
Luhut juga membolehkan masyarakat yang sudah divaksinasi lengkap dan tidak punya komorbid untuk jalan-jalan tanpa perlu khawatir.
"Kalau memang dia sudah vaksin, sudah dua kali, sudah booster, tidak ada komorbid ya jalan-jalan saja. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan berlebihan," kata Luhut.
Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level 3 berlaku di seluruh pulau Jawa dan Bali. Di beberapa kabupaten di luar Jawa-Bali, masih berlaku PPKM level 2 dan 1
Sementara itu, Kementerian Kesehatan mengatakan Indonesia sudah mendekati puncak gelombang ketiga Covid-19 yang disebabkan varian Omikron.
Sekretaris Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi, mengatakan hal itu terlihat dari penurunan kasus Covid-19 yang terjadi di DKI Jakarta dalam empat hari terakhir. Kemenkes juga memperkirakan, dalam empat pekan ke depan lonjakan kasus Covid-19 akan terjadi di luar Jawa-Bali.
"Kami perkirakan karena 60-70 persen kasus konfirmasi itu dari DKI dan DKI ada tren penurunan seluruh wilayah DKI, maka kemungkinan kita sudah mendekati puncak kasus omicron ini," kata Nadia dalam konferensi pers, Rabu (16/02).
Epidemiolog dari Universitas Indonesia, Tri Yunis Miko Wahyono, berpendapat bahwa langkah-langkah pelonggaran pembatasan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia tidak didukung oleh bukti ilmiah yang kuat. Ia menjelaskan setidaknya ada dua indikator untuk melakukan pelonggaran yaitu jumlah kasus, dalam bentuk positivity rate, dan angka kematian.
Di Indonesia, jumlah kasus terus bertambah sejak pertengahan Januari. Pada Rabu (16/02), Indonesia mencatat 63.956 kasus terkonfirmasi - melebihi puncak gelombang kedua pada Juli lalu. Angka positivity rate saat ini sekitar 18%.
Jumlah kasus kematian juga terus bertambah pada bulan Februari. Jumlah kematian kembali menembus angka 100 sejak tanggal 11 Februari. Bangsal perawatan di beberapa daerah mulai terisi, dan beberapa pemerintah daerah mulai mengerahkan kembali tim khusus pemulasaraan jenazah dengan prosedur penyakit menular.
"Jadi berdasarkan dua indikator itu, saya sebagai epidemiolog tidak menutup kemungkinan melakukan pembatasan sosial. Jadi memperketat, bukan memperlonggar," kata Miko kepada BBC News Indonesia.
Miko juga tidak setuju Indonesia sudah mendekati puncak gelombang ketiga. Menurut dia, gelombang kasus akibat varian Omicron biasanya mencapai puncak setelah satu atau dua bulan. Sedangkan Indonesia baru masuk gelombang ketiga antara akhir Januari - awal Februari, jadi belum sampai sebulan.
Ia menambahkan bahwa penyebaran kasus di suatu daerah amat tergantung pada luas wilayah dan jumlah penduduknya. "Jadi menurut saya tidak semua sama dengan Jakarta," ujarnya.