Tiga Skenario Berisiko Menyeret NATO Perang Langsung dengan Rusia
April 23, 2022
Add Comment
Tantangan bagi NATO selama perang di Ukraina ini adalah bagaimana memberikan dukungan militer yang cukup kepada sekutunya itu untuk mempertahankan diri tanpa ikut terseret dalam konflik yang bisa berujung perang antara mereka dengan Rusia.
Pemerintah Ukraina sendiri telah secara eksplisit meminta bantuan kepada Organisasi Pertahanan Atlantik Utara itu.
Apabila Ukraina harus menangkis serangan Rusia di wilayah Donbas - yang berlokasi di timur negara itu - maka Ukraina sangat membutuhkan pasokan senjata-senjata dari Barat seperti Javelin, NLAW (senjata anti-tank ringan generasi baru), Stinger dan Starstreak, serta rudal anti-pesawat yang telah mereka gunakan dalam perang ini.
Bantuan itu akan datang. Tetapi Ukraina menginginkan lebih dari itu.
Ukraina juga menginginkan tank, pesawat tempur, pesawat tanpa awak, dan sistem pertahanan udara rudal canggih untuk menghadapi meningkatnya serangan udara dan rudal jarak jauh Rusia yang menargetkan cadangan bahan bakar strategis Ukraina serta logistik penting lainnya.
Jadi apa sebetulnya yang menahan NATO untuk segera memberikan keinginan Ukraina itu?
Jawabannya adalah eskalasi.
Risiko Rusia menggunakan senjata nuklir taktis (jarak pendek) atau kemungkinan konflik menyebar di luar perbatasan Ukraina menjadi perang Eropa yang lebih luas terus berada di benak para pemimpin Barat. Dalam hal ini taruhannya sangat tinggi.
Apa yang sudah diberikan Barat sejauh ini?
Lebih dari 30 negara telah memberikan bantuan militer ke Ukraina, termasuk 1 miliar (Rp15,6 triliun) dari Uni Eropa dan US$1,7 miliar (Rp26,58 triliun) dari AS.
Pasokan sejauh ini terbatas pada senjata, amunisi, dan peralatan pertahanan seperti sistem rudal anti-tank dan anti-pesawat.
Pasokan itu termasuk Javelin, yang merupakan senjata anti-tank yang digunakan di bahu yang menembakkan roket pencari panas.
Stinger yang merupakan senjata antipesawat portabel yang dulu banyak digunakan di Afghanistan melawan pesawat Uni Soviet.
Starstreak, sistem pertahanan udara portabel buatan Inggris
Anggota NATO khawatir memasok peralatan militer ofensif yang lebih berat seperti tank dan jet tempur yang dapat menyebabkan konflik terbuka langsung dengan Rusia.
Risiko itu tidak mencegah Ceko memberikan tank T72.
Presiden Putin mengingatkan dunia sejak awal perang ini bahwa Rusia berkekuatan senjata nuklir dan dia sedang menggerakkan kekuatan pencegah nuklir strategisnya ke tahap kesiapan yang lebih tinggi.
AS tidak mengikuti langkah itu karena tidak mendeteksi pergerakan hulu ledak nuklir Rusia dari bunker penyimpanan mereka. Tetapi poin yang disampaikan Putin jelas. Dia sama saja dengan mengatakan, "Rusia memiliki persenjataan nuklir besar-besaran, jadi jangan berpikir Anda bisa melawan kami."
Doktrin militer Rusia memungkinkan penggunaan hulu ledak nuklir taktis berdaya rendah di medan perang. Mereka tahu bahwa Barat tidak suka dengan senjata nuklir, yang sudah tidak digunakan selama 77 tahun.
Perencana strategis NATO khawatir bahwa begitu tabu nuklir itu dilanggar, bahkan jika kerusakannya terbatas pada target lokal di medan perang di Ukraina, maka risiko eskalasi bencana nuklir antara Rusia dan Barat pasti akan meningkat.
Tetapi, dengan laporan-laporan kekejaman yang diduga dilakukan tentara Rusia, NATO pun tampak mengubah sikap. Republik Ceko mengirim tank T72 era Soviet yang diakui sudah ketinggalan zaman, namun mereka menjadi negara NATO pertama yang mengirimkan tank ke Ukraina.
Slovakia mengirimkan sistem rudal pertahanan udara S300. Kedua langkah itu tampak sangat berisiko ketika perang di Ukraina dimulai.
Tobias Ellwood, yang memimpin Komite Pertahanan di Parlemen Inggris, merupakan salah satu yang percaya bahwa Putin hanya menggertak ketika dia mengungkit momok senjata nuklir. Menurut dia, NATO seharusnya berbuat lebih banyak.
"Kita terlalu berhati-hati dalam sistem persenjataan yang telah kami sediakan. Kita perlu bersikap lebih tegas. Kita memberi suplai yang cukup bagi Ukraina untuk bertahan, tetapi tidak untuk menang. Itu harus berubah."
Jadi, bagaimana persisnya perang Rusia-Ukraina ini dapat meningkat menjadi konflik pan-Eropa yang lebih luas dan menyeret NATO?
Ada sejumlah skenario potensial yang tidak lagi diragukan dan akan menyelimuti benak pejabat kementerian pertahanan negara-negara Barat. Berikut tiga di antaranya:
Sebuah rudal anti-kapal yang dipasok NATO, yang ditembakkan oleh pasukan Ukraina di Odesa menghantam dan menenggelamkan kapal perang Rusia di lepas pantai Laut Hitam. Rusia kehilangan hampir 100 pelaut dan puluhan marinir. Korban tewas sebesar ini dalam satu serangan belum pernah terjadi sebelumnya. Putin akan berada di bawah tekanan untuk meresponsnya
Serangan rudal strategis Rusia menargetkan konvoi peralatan militer yang bergerak dari negara NATO, seperti Polandia atau Slovakia, ke Ukraina. Apabila korban berjatuhan di sisi wilayah anggota NATO, yang berpotensi melanggar Pasal 5 konstitusi NATO, maka itu sama saja akan menyerang seluruh aliansi pertahanan tersebut.
Di tengah pertempuran sengit di Donbas, sebuah ledakan terjadi di fasilitas industri yang mengakibatkan lepasnya gas kimia beracun. Tidak ada kematian yang dilaporkan. Tetapi apabila hal itu menyebabkan korban massal seperti pada penggunaan gas beracun oleh Suriah di Ghouta, dan apabila itu dilakukan pasukan Rusia secara sengaja, maka NATO wajib meresponsnya.
Sangat mungkin bahwa tidak satu pun dari skenario ini akan terwujud.
Tetapi sementara negara-negara Barat menunjukkan tingkat persatuan yang jarang terjadi dalam merespons invasi Rusia itu, ada kesan bahwa mereka hanya reaktif tanpa memikirkan bagaimana seharusnya situasi ini berakhir.
"Pertanyaan strategis yang lebih besar adalah apakah pemerintah kita terlibat dalam manajemen krisis atau strategi yang sebenarnya," kata salah satu perwira militer Inggris yang paling berpengalaman yang meminta agar namanya tidak disebutkan.
Dia menambahkan, hal itu perlu dipikirkan sampai tuntas.
"Apa yang kami coba capai di sini adalah memberi Ukraina setiap bantuan yang kami bisa, kecuali untuk Perang Dunia Ketiga. Masalahnya adalah, Putin merupakan pemain poker yang lebih baik daripada kami."
Tobias Ellwood MP setuju dengan pendapat itu.
"Rusia melakukan [ancaman eskalasi] ini dengan sangat efektif. Dan kami ketakutan. Kami telah kehilangan kemampuan untuk mengendalikan eskalasi."